🎮 Pertanyaan Imam Al Ghazali

PertanyaanKeenam: Imam Ghazali : "Apa yang paling tajam sekali di dunia ini? " Murid- Murid dengan serentak menjawab : "Pedang" Imam Ghazali : "Itu benar, tapi yang paling tajam sekali di dunia ini adalah LIDAH MANUSIA. Karena melalui lidah, manusia dengan mudahnya menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri. Pelajarandari Syech abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali atau lebih dikenal dengan sebutan Iman Al-Ghozali seorang tokoh besar dalam sejarah Islam, Beliau adalah pengarang kitab Ihya'Ulumudin. Suatu hari Beliau mengajukan Enam pertanyaan pada saat berkumpul dengan murid-muridnya. Pertanyaan Pertama : Kemudianpertanyaan yang keenam dan terakhir ditanya oleh Al- Ghazali adalah, "Apakah yang paling tajam di dunia ini?" Murid-muridnya menjawab dengan serentak, "Pedang" "Benar," kata Imam Al-Ghazali. "Tetapi yang paling tajam adalah lidah manusia". Karena melalui lidah manusia ia bisa menyakiti hati dan melukai perasaan orang lain." [] Palembang Pada suatu hari Imam Al-Ghazali, sosok yang dikenal sebagai ulama, ahli filsafat, sekaligus hujjatul Islam ini berkumpul bersama dengan murid-muridnya. Lalu beliau pun mengajukan beberapa pertanyaan kepada muridnya, yang jawaban-jawabannya berikut ini dapat menjadi inspirasi bagi pembaca dalam menjalani kehidupan. Semua jawapan itu benar," kata Imam Ghazali. "Tapi yang paling besar dari yang ada di dunia ini adalah 'nafsu'. (Al-A'raf :179).Maka kita harus menjaga hati dengan nafsu kita, jangan sampai nafsu membawa kita ke neraka." Pertanyaan keempat adalah, "Apakah yang paling berat di dunia ini?" Ada yang menjawab baja, besi, dan gajah. AdalahImam Al Ghozali, memberikan kita pelajaran melalui pemahamannya yang dalam. Pada suatu hari, dalam majelis ilmu yang dihadiri oleh banyak muridnya, Imam Al Ghozali bertanya enam pertanyaan. Pertama, beliau bertanya, apakah yang "paling dekat" dengan diri kita? Para murid saling bergatian menjawab, saudara, orang tua, pakaian, dan sebagainya. KhutbahJum'at: Enam Pertanyaan Imam Al Ghazali Kepada Muridnya. Khutbah ini saya sampaikan di Kedutaan Besar Republik Indoneseia (KBRI) Maroko Afrika. 08-03-2013. Pertema marilah bersyukur pada Allah SWT, tuhan yang telah memberikan makhluqnya nikmat yang begitu banyak, hingga akal manusia tak mampu untuk menghitung, walaupun berbagai alat BeliProduk Ghazali Al Hikmah Fi Berkualitas Dengan Harga Murah dari Berbagai Pelapak di Indonesia. Buku Hikam Al Ghazali : Al-Hikmah fi Makhluqat Allah - Imam Al-Ghazali. Rp50.000. 5 Terjual 1 Sleman. Cendolebooks. Hikam Al-Ghazali (Al Hikmah Fi Makhluqat Allah) Rp52.000. Yogyakarta. Musi Bookstore. BUKU HIKAM AL-GHAZALI - Al-Hikmah fi SB0Iy8. IMAM al Ghazali adalah salah satu ulama salaf dulu yang berjasa bagi perkembangan umat silam, salah satunya dalam bidang pendidikan. Namun, tak hanya pendidikan dan fiqih, al Ghazali juga dinilai sebagai ulama bijak yang senantiasa memberikan nasehat dan pesan-pesan yang menggugah hidup manusia. Inilah enam Pesan Imam al-Ghazali kepada manusia yang beliau rangkum dalam enam pertanyaan dan enam jawaban 1. Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia?Jawab “Mati”2. Apa yang paling jauh dari kita di dunia?Jawab “Masa lalu”3. Apa yang paling besar di dunia?Jawab “Nafsu”4. Apa yang paling berat di dunia?Jawab “Amanah”5. Apa yang paling ringan di dunia?Jawab “Meninggalkan sholat”6. Apa yang paling tajam di dunia?Jawab “Lidah” Semoga enam pesan Imam al Ghazali di atas bisa memberikan hikmah bagi kita semua. [] SUATU hari, Imam Ghazali bertanya, pertama. “Apa yang paling dekat dengan kita di dunia ini?” Murid-muridnya ada yang menjawab orang tua, guru, dan kerabatnya. Imam Ghazali menjelaskan semua jawapan itu benar. “Tetapi yang paling dekat dengan kita adalah mati”. Sebab itu sudah janji Allah bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati, Al-Imran185.” Lalu Imam Ghazali meneruskan pertanyaan kedua. “Apa yang paling jauh dari diri kita di dunia ini?” Murid-muridnya ada yang menjawab negara, bulan, matahari, dan bintang-bintang. BACA JUGA Imam Al Ghazali Dunia dan Akhirat Tak Perlu Seimbang Lalu Imam Ghazali menjelaskan bahawa semua jawaban yang mereka berikan adalah benar. Tapi yang paling benar adalah “masa lalu”. “Bagaimanapun kita, apapun kenderaan kita, tetap kita tidak mampu kembali ke masa sebab itu kita harus menjaga hari ini dan hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran agama.” Foto Smithsonian Magazine Lalu Imam Al-Ghazali meneruskan dengan pertanyaan yang ketiga, ”Apa yang paling besar di dunia ini?” Murid-muridnya ada yang menjawab, “Gunung, bumi, dan matahari.” “Semua jawapan itu benar,” kata Imam Ghazali. “Tapi yang paling besar dari yang ada di dunia ini adalah nafsu’.Al-A’raf 179.Maka kita harus menjaga hati dengan nafsu kita, jangan sampai nafsu membawa kita ke neraka.” Pertanyaan keempat adalah, ”Apakah yang paling berat di dunia ini?” Ada yang menjawab baja, besi, dan gajah. “Semua jawapan tersebut hampir benar,” kata Imam Ghazali, “tapi yang paling berat adalah memegang AMANAH, Al-Ahzab. Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak mampu memikul tanggungjawab setelah Allah meminta mereka untuk menjadi khalifah di dunia ini. Tetapi manusia dengan sombongnya menyanggupi permintaan Allah SWT sehingga banyak dari manusia masuk ke neraka karena ia tidak mampu memegang amanahnya.” Pertanyaan yang kelima ditanya oleh Imam Al-Ghazali adalah,”Apa yang paling ringan di dunia ini?” BACA JUGA Ini 12 Ciri Sahabat Sejati Menurut Imam Ghazali Foto hanya ilustrasi dari Pinterest Ada yang menjawab, “Kapas, angin, debu, dan daun-daunan.” “Semua itu benar,” kata Imam Ghazali. “Tetapi yang paling ringan di dunia ini adalah meninggalkan shalat.” Kemudian pertanyaan yang keenam dan terakhir ditanya oleh Al- Ghazali adalah, “Apakah yang paling tajam di dunia ini?” Murid-muridnya menjawab dengan serentak, “Pedang…” “Benar,” kata Imam Al-Ghazali. “Tetapi yang paling tajam adalah lidah manusia”. Karena melalui lidah manusia ia bisa menyakiti hati dan melukai perasaan orang lain.” [Sumber blogdemellizos] Tidak bisa dipungkiri bahwa Imam Al-Ghazali adalah ulama yang mempunyai popularitas dan keilmuan yang begitu tinggi. Hal ini dikarenakan kegigihannya dalam menuntut ilmu dan juga berkarya. Sejak usia masih belia, yaitu sekitar belum genap berumur 12 tahun. Imam Al-Ghazali sudah mulai mengenal dan tertarik untuk belajar ilmu fikih, hadis, tafsir, bahasa Arab, tasawuf dan ilmu-ilmu rasional seperti filsafat, kalam dan keilmuannya yang mendalam dan dimulai sejak usia belia, telah membuatnya melek ilmu dengan cepat dan tumbuh dewasa sebagai ilmuwan sejati. Bahkan, sejak kecil beliau tidak pernah menghabiskan waktunya untuk bermain dengan teman-teman satu yang menarik dari Al-Ghazali remaja adalah beliau sudah mulai gelisah dengan berbagai persoalan pengetahuan yang berkembang pada masanya. Saat remaja, beliau sudah mempertanyakan berbagai premis-premis filosofis dan logis, mengotak-atik gagasan filsafat dan kalam, mencari celah kelemahannya layaknya seorang guru satu pertanyaan dari sekian banyak pertanyaan rumit yang sudah muncul dalam otaknya saat masih kecil adalah tentang konsep diri, Tuhan dan hukum alam. Beliau selalu bertanya tentang pengertian fitrah, apa hukumnya, bagaimana ia bekerja, apa peran Tuhan di dalamnya, siapa yang layak memiliki fitrah dan juga bertanya bagaimana kita menjelaskan konsep fitrah, terutama dalam konteks agama seseorang. Apakah kita menjadi muslim karena fitrah atau karena faktor lain. Apakah seorang Non-Muslim memeluk agama lain karena mereka terlahir dari orang tua mereka atau ada faktor menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya tersebut, Al-Ghazali remaja sudah memikirkan persoalan lain yang tidak kalah rumit, terutama perihal keyakinan dan kebenaran. Salah satu karyanya yang memperlihatkan bahwa Imam Al-Ghazali adalah seorang yang senang bertanya yaitu kitab Mizan Al-A’mal. Sebuah kitab yang ditulis Imam Al-Ghazali ketika belum genap berumur 18 tahun, dan kitab ini juga mengajak pembacanya untuk memahami sebuah konsep dan ide dengan terlebih dahulu di umur yang belum genap 18 tahun, Al-Ghazali yang masih galau karena belum mampu menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya, akhirnya memotivasi dirinya untuk belajar dan mendalami ilmu-ilmu rasional seperti filsafat dan bawah bimbingan Abu Nasr Al-Isma’ili, Al-Ghazali muda kembali mampu menghasilkan sebuah karya yang bernama Al-Mankhul Min al-Ta’liqat al-Ushul. Sebuah kitab yang berisi catatan-catatan kecil sebagai komentar atas berbagai isu dan persoalan dalam kalam dan tersebut ternyata juga tidak bisa meredam kegelisahan yang ada dalam dirinya, sehingga petualangan akademiknya akhirnya dibarengi juga dengan spiritualitas. Orang-orang dekat dan guru-guru yang selalu memantaunya, melihat Al-Ghazali sedang bergejolak dan berpotensi menjadi liar. akhirnya menyarankan Al-Ghazali untuk banyak dzikir dan beribadah, yaitu mengolah hati dan jiwa selain mengolah pikiran. Salah satu sufi yang berjasa dan setia dalam membantu perkembangan spiritual Al-Ghazali adalah Yusuf ketika berumur 18 tahun, Al-Ghazali tiba di Naisabur, akan tetapi Naisabur sudah tidak begitu rame karena sudah ditinggalkan oleh para ulamanya seperti Imam Al-Qusyairi yang sudah meninggal dan Al-Harawi yang pindah ke Herat. Sehingga Naisabur sudah tidak begitu menawan, khususnya dalam ilmu sudah tidak begitu rame, Al-Ghazali masih menemukan sosok ulama besar di Naisabur. Beliau adalah Abul Ma’ali Al-Juwaini atau Imam Haramain, ulama besar dalam ilmu-ilmu keislaman, sosial dan politik. Berkat pertemuannya dengan Al-Juwainilah, Al-Ghazali mampu menemukan titik kekuatannya dan arah pemikirannya. Beliau kemudian sadar bahwa kelebihannya terletak pada pemikiran dan adalah salah satu guru yang mengajarkan berbagai disiplin ilmu seperi ushul fikih, mantiq, fikih, filsafat, logika, kalam dan retorika perdebatan kepada Al-Ghazali. Tidak butuh waktu lama bagi Al-Ghazali untuk menguasai ilmu-ilmu tersebut, sehingga membuat Imam Al-Juwaini sering kaget dan tertegun dengan kecepatan Al-Ghazali dalam menguasai hanya dalam waktu tujuh tahun, Al-Ghazali mampu mengasilkan karya-karya besar seperti Maqashid Al-Falasifah, Fadha’ih Al-Bathiniyyah, Al-Mustasfha. Di mana ketiga karya besar tersebut ditulis ketika beliau berumur sekitar 18 hingga 25 tahun. Tidak bisa dibayangkan, bagaimana beliau yang masih muda begitu produktif berkarya dengan kualitas yang begitu Imam Al-Juwaini sebagai sang guru merasa tersaingi oleh muridnya tersebut, dan pernah mengatakan kepada Imam Al-Ghazali dengan sedikit nada candaan “Engkau telah menguburku dengan karya-karyamu, tidakkah engkau bersabar sejenak hingga aku mati, baru engkau menuliskan ide-idemu?”.Al-Ghazali adalah teladan bagi generasi muda untuk tidak malas dalam berkarya, termasuk berkarya melalui tulisan. Sebagaimana kita ketahui bahwa semua penulis atau orang yang berkarya akan meninggal, hanya karyalah yang akan abadi sepanjang Imam Al-Ghazali pernah memberi wasiat dan sudah beliau praktekkan sendiri yaitu “Jika kau bukan anak raja, juga bukan anak ulama besar, maka menulislah”. Beliau bukan anak raja dan bukan anak ulama besar, akan tetapi beliau menulis sejak usia muda dan melalui karya-karyanyalah beliau menjadi ulama besar, yang pemikiran dan karyanya bisa kita nikmati sampai saat a’lam.

pertanyaan imam al ghazali